Tulisan ini, saya angkat dari cerita ilustrasi yang disampaikan oleh Ps. Fabi, SVD. Ilustrasi ini dia ceritakan di akhir homilinya pada misa penutupan bulan Maria, bulan Mei 2022 di KBG St Matius, Paroki Maria Bunda Segala Bangsa Waesambi, Jumat, 3 Juni 2022.
Pada awal homilinya, Ps. Fabi bertanya kepada umat KBG St Matius yang hadir, apakah kamu sungguh percaya bahwa Tuhan ada, serta bagaimana kamu percaya Tuhan itu ada. Lalu pertanyaan itu Ps. Fabi menhubungkannya dengan injil Yohanes yang dibacakan . Injil yang mengisahkan drama dialog Tuhan Yesus dengan muridnya Petrus. Pada dialog itu Tuhan Yesus meminta keterbukaan dan ketulusan hati Petrus akan kasih dan setianya Petrus kepada Tuhan Yesus sang Gurunya. Yesus bertanya sebanyak tiga kali kepada Petrus apakah Petrus sungguh mengasihi Yesus. Lalu Petruspun menjawab sebanyak tiga kali kepada Yesus. “ Ya Tuhan, Engkau tahu bahwa aku sungguh mengasihiMu”. Pada akhir homily Ps. Fabi tutup dengan ilustrasi dengan sebuah cerita.
Adalah seorang kakek di satu kampung yang dekat dengan gereja. Kakek ini rajin sekali pergi misa. Jangankan pergi misa setiap hari minggu, misa pagi setiap hari juga tidak pernah lupa. Kakek memiliki seorang cucu yang masih muda. Aktivitas kerohanian anak muda ini jauh berbeda dengan kakek, bagai langit dan bumi. Anak muda tidak pernah ke gereja. Misa hari minggu yang hanya sekali dalam seminggu saja tidak pernah, apalagi misa harian setiap pagi. Anak muda bangga dan kagum dengan kakeknya yang rajin berdoa. Tetapi dia juga merasa penasaran dengan kakeknya, bahkan dia ingin tau apa yang membuat kakek rajin berdoa. Lalu iapun bertanya kepada kakeknya.
“Kakek saya mau tanya mengapa kakek rajin sekali pergi berdoa setiap hari minggu lalu misa juga setiap pagi tidak pernah alpa.” Kakek menjawab, ” Saya mau berjumpa dengan Tuhan Yesus” Lalu anak muda bertanya lagi. “Kalau begitu, apakah kakek bertemu dengan Tuhan Yesus setiap kali pergi berdoa”? ” Tidak”, jawab kakek. Anak muda tetap dengan penasarannya. Lalu dia serang dengan pertanyaan berikutnya. “Kek, apakah kakek masih ingat perikop injil yang dibacakan tadi di gereja? Lagi lagi kakek menjawab dengan entengnya. “Tidak”. Untuk kedua kalinya anak muda itu menggeleng-gelengkan kepalanya dan bercampur rasa heran. Dalam hati anak muda sudah mulai muncul rasa tidak percaya, kalau kakek betul-betul pergi berdoa di gereja. Dia tidak yakin pergi berdoa. Di sisi lain dalam hatinya ada rasa senang. Senang karena menganggap kakeknya sama saja dengan dirinya yang tidak pergi sembayang di gereja. “Kek tidak usah lagi pergi misa di gereja. Tidak ada gunanya. Kakek tidak pernah bertemu Tuhan Yesus , perikop injil yang dibacakan juga tidak tau”. Namun si anak muda tidak berhenti di situ. Iapun melemparkan pertanyaan yang sangat mudah untuk dijawab kakek. Pertanyaan ini adalah sebagai pembuktian terakhir untuk kakek. Lalu anak muda itu bertanya kepada kakeknya. Dengan wajahnya sedikit mendekat ke wajah kakeknya – yang seolah-olah mengharap kepada kakeknya untuk bisa menjawab dengan baik dan benar. “Kek, ini pertanyaan yang terakhir untuk kakek. Saya yakin kakek bisa menjawabnya. Siapa nama pastor yang memimpin misa di gereja tai?” Lagi lagi untuk kesekian kalinya, kakek menjawab dengan enteng, tanpa ragu dan santai. “Tidak”. Ya itulah satu kata jawaban kakek atas pertanyaan sang Cucu. Hanya ada satu kata. Tidak. Anak muda sangat kecewa dengan jawaban kakek. Jawaban seadanya yang dilontarkan kakek, yang sebetulnya tidak pernah dibayangkan dan diharapkan anak muda. Anak muda sudah membayangkan jawaban si kakek itu benar. Karena meskipun jawaban dua pertanyaan sebelumnya salah, tetapi kalau jawaban pertanyaan terakhir sudah benar, itu sudah cukup bagi anak muda berhipotesa bahwa benar-benar si kakek pergi berdoa di geraja dan setidaknya ada manfaatnya untuk kakek sendiri yang sudah berusia senja itu. Dia sungguh kecewa, karena jawaban pertanyaannya yang terakhir itu tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Akhirnya anak muda itu berkeputusan untuk tidak melanjutkan dengan pertanyaan berikutnya kepada kakek itu.
Ketika anak muda itu hendak melangkahkan kakinya dari hadapan kakeknya, ia dihentakkan oleh panggilan sang kakek. “Cucuku, sini. Kakek meminta bantuanmu”. Walaupun dengan penuh rasa kecewa dalam hati kepada kakek, namun karena ingin menunjukkan ketaatan dan kepatuhannya ia menoleh dan menjawab kakek. “Ya Kek. Bantuan apa yang kakek minta daripadaku”. Dekat tempat dimana kakek duduk, kira-kira jarak lima meter di depannya terdapat sebuah keranjang sampah yang sangat kotor, bahkan masih mengeluarkan bau yang sangat menyengat. Keranjang sampah itu terbuat dari anyaman bambu. Lalu kakek menyuruh anak muda itu. “ Anak, bantu saya untuk membawa air di sana ke sini dengan menggunakan keranjang sampah itu”. Anak muda itu protes. “Tidak bisa Kek. Itu pekerjaan sia-sia. Keranjang itu tidak bisa menampung air, apalagi kotor.” Tetapi kakek tetap memaksa anak muda itu untuk mengambil air dengan menggunakan keranjang sampah yang ada. Demi kepatuhan dan hormatnya kepada kakek , anak muda itu pergi dan melaksanakan perintah kakek. Namun apa yang terjadi. Setiap kali anak muda mengambil air, air tidak berhasil dipindahkan ke penampung yang lain karena airnya tidak tertampung di keranjang. Dengan rasa kesal dan capai, anak muda itu datang menghadap kakek dan melakukan protes. “ Kek, saya tidak bisa melaksanakan pekerjaan ini. Pekerjaan ini hanya membuat saya capai dan tidak ada hasilnya. Karena itu saya mohon pekerjaan ini untuk dihentikan.” Kakek memandang anak muda itu dan mendengar dengan tenang permintaan sekaligus protes anak muda itu. Dengan sedikit senyum di bibir dan dengan suara yang tenang, kakek menjawab anak muda itu. “ Anak muda, sebagaimana engkau merasa sia-sia memindahkan air dengan menggunakan keranjang sampah itu, karena air tidak tertampung di keranjang, demikian juga saya yang pergi berdoa di gereja. Air, memang tidak tertampung di keranjang sampah itu, walaupun kita mengisinya berulang-ulang. Tapi ingatlah, satu sisi engkau tidak mendapatkan air, tapi di sisi lain engkau mendapatkan mafaat lain yang sangat baik yang tidak pernah engkau duga dan pikirkan sebelumnya. Manfaat lain yang engkau dapatkan dari pekerjaanmu itu adalah ‘Setidaknya keranjang sampah yang kotor itu sudah jadi bersih’. Saya ke gereja untuk berdoa memang tidak berjumpa fisik dengan Tuhan, tidaka mengingat perikop injil yang dibacakan dan tidak mengetahui nama pastor yang memimpin misa kudus, tetapi saya sungguh merasakan kehadiran dan perjumpaan dengan Tuhan Yesus melalui pengalaman hidup saya, baik pengalaman yang membahagiakan maupun pengalaman yang menyedihkan. Saya mengalami kehadiran dan perjumpaan dengan Tuhan Yesus ketika mendengar suara Tuhan melalui bacaan-bacaan Injil serta homili yang sampaikan para pastor atau imam. Saya mengalami kehadiran dan perjumpaan dengan Tuhan ketika saya berjumpa dengan sesama yang lain termasuk pastor, terlepas apakah saya tahu namanya atau tidak.
0 Komentar
Belum ada komentar.