ORANG LARA, EMPO / IRENG WONTONG

ORANG LARA, EMPO /  IRENG WONTONG

Oleh: Stefanus Satu, S.Pd

Pernahkah anda mendengar sebutan Lara atau Beo Lara. Lara adalah sebutan untuk satu nama kampung di desa Poco Golo Kempo, kecamatan Sano Nggoang, yaitu  Lara yang sering disebut juga Beo Lara ( selanjutnya Lara disebut Beo Lara ). Sebutan Beo Lara, memang lebih cocok digunakan oleh orang Lara yang tinggal di "Riang Lara" untuk kampung Lara yang ada di Golo Kempo.  Riang Lara artinya tempat tinggal orang Lara yang berada di luar Beo Lara. Konsentrasi Riang Beo Lara sekarang tersebar di berbagai tempat. Riang Kaca di Kampung Kaca Desa Golo Ketak, Riang Cumbi di kampung Cumbi desa Tiwu Nampar , Riang Labuan Bajo, Riang Kupang, dll. Mengapa orang Beo Lara sekarang berada di berbagai Riang, akan ditulis episode berikutnya. Konsen saya dalam tulisan ini adalah terkait satu budaya yang masih dipercaya dan dipegang oleh semua orang Lara baik di Beo Lara maupun di Riang Lara. Budaya atau biasa disebut 'Ceki' itu adalah IRENG WONTONG.

Sedikit Tentang Wontong

Wotong adalah sejenis burung hutan, Burung Maleo. Burung ini besarnya hampir sama dengan ayam tapi agak tinggi. Telurnya juga lebih besar bahkan 6-7 kali lebih besar dari telur ayam. Kakinya tinggi, besar dan pada jari kakinya ada selaput. Kaki yang tinggi kuat dan berselaput ini menjadi andalan dan kekuatan bagi Wontong untuk mengumpulkan tanah buat sarangnya. Tempat bertelurnya bukan dibuat di pohon tapi dalam tanah. Dikumpulkannya tanah disekitar tempat itu, lalu dibuat sampai membentuk gundukan tanah atau bukit kecil kemudian dia bertelur di atasnya, kemudian ditutupi dengan tanah lagi. Wontong termasuk burung yang setia pada pasangannya. Wontong termasuk unggas yang tidak suka berkelompok tapi selalu berdua dengan pasangannya. Wontong juga termasuk burung yang mandiri. Kemandiriannya terlihat pada saat dia keluar dari cangkangnya dan keluar dari dalam tanah tempat telur itu diletakkan sekitar 50-100 cm dpt.

Orang Lara Empo / Ireng  Wontong

Menurut Bahasa Manggarai, Ireng berarti tidak boleh / dilarang. Orang Manggarai ( wilayah Kempo-matawae sering juga menyebutnya Empo. Empo Wotong artinya tidak boleh atau dilarang makan Wontong). Selanjutnya disebut Empo. Dalam konteks orang Lara yang Empo Wontong , Empo  berarti tidak boleh atau dilarang makan.  Empo  Wontong artinya tidak boleh atau dilarang makan Wontong. Empo hadir bukan karena ada penyakit dalam tubuh kita. Tapi  Empo bisa mengakibatkan munculnya penyakit dalam tubuh kita karena melanggar   Empo. Sebab Empo ada karena adanya kesepakatan yang diakhiri dengan Sumpa.

Menurut  cerita para tetua dari Lara, Lara termasuk kampung tua di kedaluan Kempo. Walaupun kampung ini terletak di ketinggian dan tebing, warga Lara dari dulu senang tinggal di sana. Penduduk terus bertambah. Banyak dari kampung tetangga atau kampung jauh yang ambil istri di Lara. Mungkin juga karena perempuan Lara termasuk gadis  rajin, cantik dan ramah. Dengan adanya hubungan kawin mawin dengan orang Lara maka hubungan kekerabatan Lara  sebagai Iname  (anak rona ) dan kampung tetangga lain sebagai Woe ( anak wina ) semakin banyak .

Konon diceritakan dari sekian banyak Woe orang Lara, ada satu keluarga sebagai woe orang Lara ada di Kampung Podong ( sekarang kampung itu sudah tidak ada, dan warganya sudah pindah ke Kampung Tondongraja, Desa Golo Sembea, Kecamatan Mbliling.  Woe di Podong akan melaksanakan acara tahapan terakhir dari seluruh rangkaian acara kematian yaitu Kelas ( Kenduri ). Sebagaimana biasa budaya orang Kempo, kalau melaksanakan acara Kelas, pasti yang wajib diundang adalah Iname dan woe. Demikian juga Woe Podong dalam acara kelas tersebut, merekapun undang (werong*)) woe dan undang ( benta**)) Iname, termasuk Iname Lara.

 Sebelum acara kelas berlangsung, Tu’a woe Podong mengadakan rapat/nempung. Acara rapat terkait kapan kelas dilaksanakan, siapa dan berapa woe diundang, siapa dan berapa Iname diundang dan bagaimana persiapan pelaksanaan acara kelas. Nempung pun selesai dan diputuskan bahwa kelas dilaksanakan " Ce Pitu". ( Pitu = 7. Ce pitu artinya 7 hari lagi.  Dasar hitungannya hari pelaksanaan rapat dan hari rapat dihitung hari pertama ). Ada 4 woe dan ada 3 Iname diundang termasuk Iname Lara. Panggil Woe dan Iname ditugaskan seorang anak muda yang bernama ANGES.  Sebelum Anges berangkat untuk paggil woe dan iname, Ia pergi menghadap Tu,a meminta petunjuk apa dan bagaimana Anges menyampaikan kepada Woe dan Iname.

Anges: “Io, ai diang aku lako kaping woe agu iname lorong tau kelas. Ca ri gaku agu Ite ata wuat, coe agu apa jaong gaku latang woe agu iname”

Tu,a : “Mo hau one woe , agu nunduk lahu lorong mata, kelas ce pitu. Woe wa seng  5 sebu eta sekang  agu ca kaba wa tana. One Iname, mo hau, nunduk lahu lorong mata, agu jaong paka manga ranga dise Iname”.

Anges : “Yo oo “

Anges pun pergi ke setiap woe dan Iname memberitahukan pelaksanaan Kelas. Kepada Woe pertama, Anges memberi tahu kelas Ce Pitu  dan membawa uang Lima Ribu dan kerbau satu ekor. Anges tidur satu malam di rumah woe pertama. Pada hari kedua berangkat dari rumah Woe pertama ke Woe kedua dan menyampaikan hal yang sama. Diapun tidur di rumah woe kedua semalam. Begitu seterusnya  Anges menyampaikan hal yang  sama setelah sampai pada Woe ketiga dan ke empat. Pada hari kelima, Anges berangkat dari rumah Woe keempat dan pergi ke  Iname pertama. Anges menyampaikan maksud kedatangan di Iname.

Anges : " Nggo,o mai gaku To,a. Ai bom te olo laku tombon lorong benta le dewa agu awit le sengaji empo dite. Tombo ho,o ga lorong kelas na. Wuat dise kesa dite, kelas empo ca benta le morin hitu Ce Pitu.  Ite ngasang Iname paka manga ranga laing hitu. Hitu salang tombo gaku "

Toa : " Tombo kop situ, bantang toe manga bentang ra. Ai nggitu ming jaong de ceki agu adat. Ce Pitu hami manga ranga sale Podong" Anges pun tidur semalam di rumah Iname pertama.

Pada hari berikutnya Anges berangkat dari rumah Iname pertama menuju Iname kedua dan menyampaikan hal yang sama, serta tidur di rumah Iname kedua.

Pada hari ke tujuh, Anges masuk di rumah Iname  Lara. Anges juga menyampaikan hal yang sama soal tujuan kedatangannya seperti pada Iname pertama.

Anges : " Nggo,o mai gaku To,a. Ai bom te olo laku tombon lorong benta le dewa agu awit le sengaji empo dite. Tombo ho,o ga lorong kelas na. Wuat dise kesa dite, kelas empo ca benta le morin hitu Ce Pitu.  Ite ngasang Iname paka manga ranga laing hitu. Hitu salang tombo gaku "

Toa : " Tombo kop situ, bantang toe manga bentang ra. Ai nggitu ming jaong de ceki agu adat. Ce Pitu hami Iname Lara manga ranga sale Podong" Anges juga tidur satu malam di Lara. Esoknya Anges pulang ke Podong.

Pada hari ke 7, saat Anges berada di Lara untuk membertahu tentang rencana Kelas , bersamaan dengan itu, di Podong berlangsung acara puncak kelas sesuai waktu yang telah disepakati. Acara puncak kelas ditandai dengan ritus tudak Kaba (Kerbau) kelas. Pihak Woe dan Iname yang hadir pada saat itu hanya Woe pertama. Dia hadir sesuai waktu yang di sepakati, Ce Pitu. Acara kelas berjalan lancar dan sukses sesuai rencana, walaupun Iname dan Woe banyak tidak hadir.

Pada hari ke delapan Woe kedua datang. Sungguh disesalkan woe kedua datang terlambat, karena acara kelas sudah selesai sehari sebelumnya. Iname Podong marah kepada Woe kedua karena datang terlambat dan tidak sesuai waktu yang dijanjikan. Woe kedua juga marah balik. Mereka ngotot juga bahwa mereka datang sesuai waktu yang sampaikan Anges, Ce Pitu. Woe kedua tetap dilayani, kalaupun tidak semeriah pelayanan pada woe pertama. Karena persediaan daging kerbau sisa sedikit dan daging ayam pun sudah habis.

Pada hari ketiga dan keempat hadir woe, masing-masing woe ketiga dan woe keempat. Sama seperti woe kedua, Iname Podong juga lebih marah kepada woe ke tiga dan keempat. Karena kehadiran dua woe ini lebih terlambar dari Woe kedua. Apa lagi persediaan daging kerbau dan ayam sudah habis. Tidak terima dimarah, woe ketiga dan keempatpun marah balik. "Kami datang sesuai waktu yang disampaikan oleh Anges, yaitu Ce Pitu. Ya hari ini".

Sebagaimana woe kedua, ketiga dan keempat datang terlambat, Iname pun lebih terlambat. Iname pertama, Iname kedua dan Iname ketiga, yaitu Iname Lara datang pada hari kesebelas, keduabelas dan ketigabelas. Iname yang paling terakhir datang adalah Iname Lara. Dia datang enam hari setelah acara kelas selesai. Woe dan Iname yang lain sudah pulang. Saat Iname Lara datang, woe Podong tidak sambut dengan gembira, bahkan dengan marah. Woe Podong marah karena Iname Lara tidak tepat waktu kehadirannya dalam acara kelas. Namun demikian Iname Lara tidak mau kehilangan muka dihadapan woe Podong. Iname Lara  tetap  menunjukkan sikap yang baik sebagai Iname yang patut dihormati. Dengan tenang mereka meladeni kemarahan woe Podong dengan tetap menunjukkan argument yang rasional. “ Ome hami Iname Lara ata terlambat one acara Kelas gemi, neka rondong agu ruak hami. Mai gami leso ho’o sesuai leso ata wero agu pantu gemi one Anges. Ce Pitu. Ho’o lami rapak reke agu leson”.Woe Podong pun terdiam. Tetapi kemarahan Woe Podong tidak hanya sampai di situ. Kemarahan mereka juga ditunjukkan  lewat cara pelayanan mereka kepada Iname Lara. Pelayanan mereka tidak sebagaimana bisanya yang diberikan kepada orang dengan status Iname. Dalam pelayanan makan kepada Iname, terlepas ada acara Kelas atau acara apapun, Iname selalu diprioritaskan Karena Iname adalah perwujudan Tuhan yang kelihatan ( Muri Ita). Barang yang letaknya jauh tapi sangat layak dan pantas untuk disuguhkan kepada Iname, mesti diupayakan untuk jadi dekat dan diberikan kepada Iname ( ata tadang jiri dining, ata toe manga jiri manga ).

Daging kerbau yang dipotong saat kelas sudah habis. Ayam juga demikian. Yang tersisa adalah kaki dan ceker ayam. Karena sudah kehabisan akal dan daya dalam mengupayakan menu yang layak dan pantas untuk disuguhkan kepada Iname Lara, Woe Podong mengambil jalan pintas dengan merebus dan memasak lagi kaki ayam dan cekernya lalu disuguhkan kepada Iname Lara. Iname Lara tidak langsung menyantap. Mereka perhatikan dengan seksama menu yang disuguhkan. Nasi ya. Lauknya.. “ wai agu rimpa wai, toe manga icin” ( hanya tulang kaki dan ceker saja, daging isinya tidak ada). Akal  Iname Lara sudah mulai bekerja untuk isi piring yang ada di depannya. Melihat tulang dan ceker yang ada di piring, sepertinya  tulang kaki dan ceker ayam. Hanya dimana daging isinya. Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam otak Iname Lara. Tetapi mereka  juga berusaha untuk menemukan jawabanya sendiri sambil terus memperhatikan kaki ayam yang ada di piring di hadapan mereka. Woe Podong yang melayani makan untuk Iname Lara terus memaksa untuk makan. Namun rupanya selera makan sudah tidak ada dan berganti dengan rasa mual. Ketika melihat dengan serius kaki ayam yang ada di depan mereka, tak sadar  mulut mereka penuh dengan air liur, mual dan berakhir dengan muntah-muntah. Tidak hanya seorang yang mengalami hal tersebut, tetapi semua Iname Lara yang pergi ke Podong. Woe Podong pun panic dengan terjadinya kejadian itu. Mereka tidak menduga akan tejadi hal hal seperti itu.

Takut berlanjutnya kejadian itu pada hal-hal yang tidak diinginkan, akhirnya Iname Lara mengambil keputusan untuk pulang kembali ke Lara pada malam itu juga. Rasa lapar mereka tahan. Bahkan rasa mual-mual masih terasa. Mereka terus berjalan untuk cepat sampai di Lara.

Setelah sampai di Lara, semua utusan Iname Lara yang pergi ke Podong, mengahadap Tu’a dan melaporkan semua keadaan dan kejadian yang mereka hadapi dan alami di Podong. Mendengar laporan itu, Tu’a Lara ( bernama Anggom ) memanggil semua warga Kampung Lara untuk mendengar, menimbang dan meminta apa yang harus dibuat dengan adanya kejadian itu. Warga kampong Lara pun datang semua. Tu’a Lara mulai memimpin rapat dengan tema mendengar laporan utusan Iname Lara yang ikut Kelas di Podong. Lalu Tu’a meminta sekali lagi utusan Iname untuk menceritakan ulang apa yang mereka temukan dan alami saat mereka berada di Podong . Utusanpun mulai cerita dari awal sampai akhir. Ketika  sampai pada cerita menu makanan yang disuguhkan adalah tulang kaki dan ceker ayam yang tidak ada isinya, seketika itu pula peserta rapat perutnya terasa putar-putar, pusing-pusing, mual-mual dan terus berakhir dengan muntah-muntah. Kejadian yang terjadi di Podong terjadi lagi di Kampung Lara.

Disaat peserta rapat bergulat dengan sakit perut yang putar-putar dan muntah-muntah, tiba-tiba ada seorang warga rapat, bernama Ceros, yang dengan menahan sakit perutnya, ia menyampaikan usulan kepada Tu’a. “Neka rabo ra Ite, manga reweng gaku tu. Dite kin ca tu’un.”  Eng ta, na wa dama gau tu reweng hitu Ceros” jawab Tu’a. “Gaku tu reweng hitu Ite, nggo’e”. Dia mulai bersuara. “Ome senget laku tombo de Kraeng ata mo sale Podong, pu’ung laing pu’ung sangge cemol na, Lasa Dise ata mo sale Podong, cama si agu lasa Dite sanggen taung o ata senget nunduk Dise o”. “Menurut aku ca mongko weki n Ite, lasa ca Dite o, lasa tuing agu ting salang le Muri. Tui salang le Muri, ai Ite toe repeng reke Kelas, toe le kujung pande, tapi landing le salah ru dise ata woe, ai toe molor tombo leso rapak kelas. Ru dise ata salah agu toe molor tombo, Ise ata woe kole ata rabo agu ruak Ite Iname. Mesen kole salah Dise, ai ting teke wa’i agu rempa wa’i n manuk latang Ite ata ngasang Iname Dise. Naring Lite latang keluarga Dite ata mo sale Podong, toe hang Lise, hang ata ting de Woe. Podong. Hitu kole ngasang mesen momang de Murin agu Ngaran te latang Ite ata Lara. Caka agu pangga lite, porong neka tiba  le dara weki Dite ruak dise,  neka kole pati agu Ite mbolot agu toe molor Dise”. “Co’o cara caka agu pangga lite, porong neka tiba le dara weki dite rabo agu ruak Dise,” tanya Kraeng Anggom. Ceros menjawab, “ Ata poli ting salang le Murin, lewat rempa wa’I de manuk. Ngo nggo’o maksudn hitu  le manuk kole lite caka agu panggan, agu neka hang nuru manuk sanggen taung Ite. Ca reweng gaku, Empo ko ireng ket Ite ata Lara o tau hang nuru manuk ga”.( Jangan marah dan permisi, saya ada usul dan saran. Ya, sampaikan usul dan saranmu itu Ceros. Kalau saya dengar cerita yang disampaikan oleh utusan Iname tadi dari awal sampai akhir, sebenarnya  sakit yang dialami utusan kita di Podong dan yang terjadi bagi kita semua sekarang sebagai petunjuk Tuhan, bahwa keterlambatan kita mengikuti acara Kenduri bukan karena kesalahan kita, tetapi kesalahan mereka sebagai woe saat Enges salah menginformasikan waktu pelaksanaan acara Kenduri. Petunjuk Tuhan itu disampaikan dalam bentuk kita sakit, mual dan munta-munta dan disuguhkan ceker ayam untuk kita sebagai Iname. Kita bersyukur kepada Tuhan  karena Ia telah menggerakkan hati keluarga kita yang ke Podong tidak makan makanan yang disughkan Woe Podong. Ini juga menandakan Tuhan tidak mau dosa akibat kesalahan  Woe Podong dilimpahkan kepada kita orang Lara. Usul dan saran saya, kita semua dan seluruh keturunan kita orang Lara tidak boleh dan dilarang makan daging ayam). Ketika Ceros menyampaikan usul dan sarannya seperti itu, secara serentak dan bersamaan pula rasa sakit dan muntah-muntah yang dialami mendadak hilang dan sembuh.

Anggom selaku Tu’a mendengar dan menimbang usul dan saran yang di sampaikan Ceros. Lalu Tu’a membagi usul dan saran yang disampaikan Ceros itu kepada peserta rapat. Ceros juga mulai berpikir. Kalau dilarang atau tidak boleh makan daging ayam, lalu untuk apa kita piara ayam. Sementara keperluan adat kita pasti membutuhkan ayam. Kemudian piara ayam itu sangat gampang karena ayam itu sangat jinak. Ceros terus berpikir. Lalu kalau bukan ayam, apa penggantinya. Apa bisa diganti dengan burung, tapi burung apa. Lalu Ceros sejenak ingat beberapa kali di pagi hari ketika dia memberi jagung ayamnya di kolong rumah. Selain ayam yang datang makan jagug, ada juga burung lain yang datang di kolong rumahnya di pagi hari dan makan jagung bersama ayamnya. Ceros tau betul burung itu, namanya Wontong. Ceros dalam hatinya sepakat untuk menggantikan ayam dengan Wontong.

Disaat peserta rapat memikirkan apakah yang diusulkan Ceros diterima atau ditolak,  untuk kedua kalinya Ceros menyampaikan usulan.  “Neka rabo ra Ite, maram ruak.  Manga kole reweng gaku tu. Dite kin ca tu’un.”  Eng ta, Ceros na wa dama kole gau tu reweng hitu”. “ Reweng gaku ho’o ne nggo’o.” Lanjut Ceros. “ Ome duhan Lite taung o reweng ca gaku rebao hitu, delek hitu ga. Landing ca kole reweng gaku, ome duha taung Lite o, neka manuk e ca empo ko ireng. Manuk ganti le wontong. Ai manuk o do ata hang na, do ata piara na, emong kole piara na, dor kole  ceki agu adat Dite o ata perlu manuk e. Ca reweng gaku, ganti le Wontong e Manuk hitu. Reweng taung so’o, ome duha na.” ”.( Jangan marah dan permisi, saya ada usul dan saran. Ya Ceros silakan sampaikan usul dan saran itu. Terima kasih kalau usul saya yang pertama tadi diterima. Usul saya berikutnya ayam kita ganti dengan Wontong. Alasannya banyak yang makan daging ayam, banyak yang piara ayam, piara ayam gampang dan keperluan adat kita, semua butuh ayam. Jadi kalau kita setuju ayam diganti dengan Wontong”). Kraeng Aggom sebagai Tu’a dan juga peserta rapat yang lain mendengar secara cermat usul dan saran dari Ceros. Semua menilai bahwa usulan yang disampaikan Ceros sangat bijak dan masuk akal. Setelah Kraeng Anggom menanyakan kepada semua peserta rapat, apakah usulan dan saran yang disampaikan Ceros bisa diterima dan disepakati, serentak semua menjawab Setuju dan Diterima.

Selanjutnya Kraeng Anggom melakukan kesepakatan dengan seluruh warga mengenai siapa yang menyiapkan Wontong, Langsung Ceros menyanggupi untuk menyiapkan Wontong. “Aku ket siap e Wontong hitu ra Ite.”  Jawab Ceros. Sedangkan untuk torok wada manuk, siap le run Tu’a Lara.  Setelah semua bahan sudah siap, barulah  acara  sumpa Empo/ Ireng dilksanakan .

 Sumpah itu berisi komitmen dan penegasan orang Lara untuk tidak boleh salah dalam berkomunikasi karena akan merugikan diri sendiri dan juga orang lain seperti yang dibuat oleh Iname Podong. Lalu kalau salah, katakana salah dan kalau benar katakana benar. Jangan salah dibuat jadi benar dan yang benar dibuat jadi salah. Kalau salah, berani mengaku salah dan meminta maaf dan kalau benar jangan congkak lalu menghina yang salah. Sumpah komitmen untuk jangan salah dalam berkomunikasi. Sumpah itu disimbolkan dengan sembeli burung yang disebut Wontong sebagai pegganti ayam, sekaligus dilarang dan tidak boleh makan daging termasuk telur Wontong.  Sumpah diucapkan dengan kata-kata: " Sanggen taung Ite ata Lara, ata ngasang empo, ngasang Ame agu ise Ine, ngasang anak, etan ata Tu,a wan ata koe, bowen teke one, wela teke pe,angn. Nggitu kole sanggen taung keluarga Dite ata poli marak tana sale. Leso ho’o sanggen taung Ite ata kaeng one tata Lara ho’o pande reke agu Muri ata Pu’un Kuasa, Jari agu Dedek. Reke porong neka manga salah landing salah bajar, toe repeng reke. Palo agu podo Lite reke ho’o ngger le Muri one Wontong ho,o. Mbele lite Wontong ho,o landing na, neka hang lite nuru agu ruha na. Ngasangn hitu ga Ireng ( Empo ) Wontong. Ireng wontong ho,o Dite ata Lara pu,ung leso ho,o sangge dengkir tain. Ireng dite ata Lara ho,o neka pati lite latang weta ata pe,ang ata poli manga hae kilo. Paka denge agu pande taung lite Ireng Wontong ho,o. Neka manga liba agu laget.   Sanggen taung ite ata Lara, ata liba agu laget Ireng ho,o  tiba lise beti agu deres weki. Hitu keri tae, hitu keri tura, amen”

Testemoni Kemanjuran Empo Wontong

Kemanjuran Empo Wontong bagi seluruh warga Lara sangat tinggi. Artinya Empo Wontong ini kalau dilanggar maka akan mengakibatkan sakit Deres weki ( Tubuh terlihat kuning dan tidak sehat). Hal itu disampaikan Petra ( seorang warga Lara yang tinggal di Riang Cumbi ) sebagai orang yang mengalami langsung akibat makan daging atau telur Wontong. Petra bersaksi. “Saya percaya kalau reaksi dari makan wontong ini bisa mengakibatkan lasa deres atau mungkin hampir sama dgn penyakit kuning, karna saya sendiri pernah mengalaminya. Ini terjadi bukan karena tidak tahu kalau kita org Lara tidak boleh makn Wontong, tetapi karena rasa ingin tahu dan bukti,  apa benar kalau  kita makan Wontong atau telurnya maka akan terjadi sakit. Waktu SD mama pernah  cerita kalau kita orang Lara tidak boleh makan Wontong yang disebut  Empo wontong. Tetapi mama  tidak menjelaskan kepada saya mengapa orang Lara  Empo Wontong. Dalam pemahaman pribadi saya, sungguh tidak masuk akal, kita orag Lara manusia tapi punya Empo dari Wontong. Tidak masuk diakal menurut pribadi saya dan muncul rasa ingin tahu dan pembuktian. Waktu kelas 2 SMP saya tinggal di rumah bersama kakak perempuan saya di Sernaru.Kakak ipar saya (suami kakak perempuan ) punya hobi mencari telur Wontong, dan sering dapat. Suatu hari kakak ipar saya pergi ke hutan untuk mencari telur wontong. Senang bahwa ketika pulang dia berhasil membawa telur wontong. Tergoda dengan besarnya telur itu, saya pun makan telur itu setelah direbus. Setelah beberapa buln kemudian, tiba-tiba  saya jatuh sakit. Awalnya hanya sakit panas biasa. Tetapi panasnya terus menerus. Kadang panasnya turun, tapi kemudian naik lagi. Panas disertai dengan diare. Setelah beberapa lama terjadi perubahan warna kulit saya. Dari warna biasa ke warna kuning. Mama bertanya kepada saya apakah saya pernah makan daging atau telur wontong. Saya pun menjawab, kalau saya pernah makan telur Wontong. Saya menjawab mama kalau saya pernah makan telur Wontong. Mama pun langsung menduga bahwa saya melanggar Empo Wontong. Mama pun bergerak cepat mencari orang tua yang dapat menyembuhkan sakit saya. Mama pergi ke Cumbi untuk bertemu dan memohon bantuan Kakek Empo Tia. Kakek bisa menyembuhkan orang sakit karena melanggar Empo Wontong.Berkat kepintaran Empo Tia, saya akhirnya sembuh.  

Sumber : Diramu dari berbagai cerita yang dituturkan oleh orang-orang  tua dari Lara, baik di Beo Lara maupun Riang Lara. *****

*)Werong Woe artinya pihak woe dipanggil dan dilibatkan dalam acara laki anak atau kelas serta diberikan beban atau tanggungjawab  atau kewajiban yang woe bawa.

**) Benta Iname artinya Iname dipanggil dan dilibatkan dalam acara kelas tetapi tidak diberi beban atau kewajiban/tanggungjawab

***) Iname artinya Keluarga dari pihak Istri

****) Woe / Anak Wina artinya Keluarga dari pihak suami yang terjadi karena adik perempuan atau anak perempuannya kawin dengan keluarga lain

*****) Tu’a artinya orang tua yang dipercayakan menjadi Ketua/Kepala/Pemimpin kelompok/suku/wilayah

 

0 Komentar

Belum ada komentar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Inputan yang harus diisi ditandai *